Kesehatan Jiwa Pada Lansia

http://4.bp.blogspot.com/-TDSGihH2ehs/UvOyNJRqMoI/AAAAAAAAAAc/tVKH64_s2TM/s1600/2.gif
Bookmark and Share
Ada sebuah kisah dari seorang pasien yang kami rahasiakan identitasnya. Sudah lebih dari 81 tahun usianya, namun jika dilihat secara fisik kondisinya masih baik. Untuk ukuran seusianya, badannya masih terlihat bugar dan segar. Walaupun harus dituntun bila akan berjalan, hal ini dilakukan supaya lebih seimbang dalam berjalan. Jika dilihat secara umum, kondisi fisiknya masih terlihat cukup segar diantara mereka yang usianya memasuki kepala delapan.

Dinyatakan juga dalam pemeriksaan fisik, bahwa jantung serta parunya masih berada dalam batas yang normal. Walaupun dalam kenyataannya sudah menggunakan antihipertensi lebih dari 20 tahun, namun hal ini tidak berpengaruh terhadap fungsi jantung serta pembuluh darahnya. Namun kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi mental dan emosionalnya. Disamping pasien mengalami berkurangnya suasana perasaan dan berkurangnya rasa gairah dalam hidup, ternyata pasien juga terlihat mengalami gangguan daya ingat.

Sebenarnya penurunan daya ingat sudah berlangsung cukup lama, sejak lima tahun belakangan ini tapi kondisi tersebut menjadi semakin parah ketika pasien ditinggalkan istri yang sangat disayanginya. Gangguan kognitif yang dialaminya menyebabkan kondisi depresi menjadi lebih parah. Pengobatan yang dilakukan dengan memberikan obat antidepresan dan antidemensia, hal ini dilakukan melihat kondisi pasien.

Anak pasien yang hidup satu rumah dengan pasien menjelaskan, awalnya pasien dibawa ke psikiater karena kondisi depresi yang sudah terlihat sejak kematian istrinya, tapi gangguan kognitifnya belakangan ini semakin menjadi sehingga perlu dilakukan penanganan dengan segera. Sekarang ini, kondisi gejala depresi yang dialami sudah lebih baik serta sudah tidak terlihat lagi penurunan kognitif yang nyata.

Depresi Pada Lansia

Sejalan dengan bertambahnya usia, kecenderungan mengalami depresi semakin meningkat. Salah satu kelompok yang sangat rentan terkena depresi sepanjang hidupnya ialah kaum lansia. Persentase dari populasi lansia yang terkena gangguan depresi sekitar 1-5%. Angka tersebut mengalami peningkatan hingga 13,5% pada lansia dengan gangguan medis dan perlu secepatnya memperoleh perawatan rawat inap. Banyak sekali dikaitkan antara kondisi depresi pasien lansia dengan kebugaran fisiknya.

Kondisi medis umum yang dialami lansia berhubungan dengan penyakit degenerative, seperti hipertensi, rematik dan kencing manis. Lansia yang mengalami kondisi ini akan lebih rentan untuk mengalami depresi. Sindrom dari empty nest syndrome (sarang burung kosong) atau sering disebut dengan sindrom kesepian atau emptiness syndrome, terjadi karena kehilangan orang yang disayangi seperti anak atau anggota keluarga yang sering mendampingi. Kejadian ini biasanya dialami oleh lansia yang kehilangan anaknya karena ditinggal menikah atau terpisah dari rumah yang biasa ditempati bersama.

Ada beberapa gejala yang dapat muncul dari gangguan depresi yang dialami lansia, seperti sulit tidur atau insomnia, otot dan sendi terasa nyeri, gangguan cemas dan nafsu makan berkurang. Gejala fisik tersebut mempunyai kemiripan dengan gejala fisik yang terjadi pada kondisi umum pasien, hal ini menjadi sulit dibedakan karena keduanya saling mempengaruhi.

Oleh sebab itu, konsep biopsikososial dan psikosomatik medis harus benar-benar dipahami oleh dokter yang mengobati pasien lansia karena gejala dari gangguan kejiwaan sering muncul pada pasien lansia, seperti gangguan depresi yang dapat bermanifestasi dengan bentuk keluhan fisik.

Pikun Itu Penyakit

Banyak orang yang menganggap bahwa menurunnya daya ingat dari pasien lansia atau gangguan kognitif yang terjadi adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Sebenarnya, penurunan kognitif atau daya ingat merupakan salah satu gangguan jiwa yang banyak dialami oleh lansia namun tidak diketahui dan tidak mendapatkan penanganan secara baik. Walaupun sering dianggap sebagai hal yang biasa, sebenarnya penurunan kognitif ini tidak dialami oleh semua lansia apalagi sampai mengalami demensia (penyakit pikun).

Kebanyakan yang dialami masih dalam kondis gangguan kognitif ringan atau awal kemunduran (mild cognitive impairment). Terjadinya demensia atau penyakit pikun karena terjadi penurunan dengan tingkat yang sangat parah, tidak hanya fungsi dalam mengingat tapi juga fungsi dari daya pikir lain seperti merasa kesulitan untuk memutuskan sesuatu, melakukan segala sesuatu dengan urutan, atau mengalami gangguan emosional serta perilaku yang berhubungan dengan penyakit demensia.

Banyak dari pasien lansia dengan penyakit pikun pergi ke psikiater karena telah mengalami gejala emosional dan perilaku. Mereka bisa saja mengalami gangguan daya pikir dan mengalami halusinasi, mempunyai rasa curiga terhadap sekitar dan merasa ketakutan apabila ada orang yang akan berbuat jahat dengan dirinya. Pemeriksaan status mental yang dilakukan pada pasien di klinik sering memunculkan perilaku menyimpang seperti sering mengulang cerita dan bahkan bisa terdiam sama sekali. Ketergantungan pada orang lain dapat terjadi jika pasien mengalami kepikunan yang parah dan lebih cenderung seperti bayi dewasa.

Tingkatkan Kualitas Hidup Lansia

Tema yang diambil pada hari kesehatan jiwa sedunia pada tanggal 7 april adalah Menuju Tua Sehat, Mandiri dan Produktif maka kita juga perlu mempersiapkan banyak hal dari sekarang. Mungkin ada beberapa dari kita dalam 20 sampai 40 tahun mendatang akan menjadi lansia, sehingga kita perlu mempersiapkan banyak hal dari sekarang.

Selain untuk menjaga kesehatan mental dan juga fisik, hal lain yang mungkin perlu dipersiapkan adalah produktivitas dan kesiapan ekonomi. Kita perlu berharap semoga setelah pensiun nanti kita bukan salah satu orang yang sangat bergantung pada anak-anak kita, walupun jika dilihat secara budaya Indonesia hat itu sudah biasa terjadi. Persiapkanlah diri kita dari sekarang.

Sumber: Kompas

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar