Sindroma PreMenstruasi / PreMenstrual Syndrome (PMS)

http://4.bp.blogspot.com/-TDSGihH2ehs/UvOyNJRqMoI/AAAAAAAAAAc/tVKH64_s2TM/s1600/2.gif
Bookmark and Share
Sindroma Premenstruasi (Premenstrual Syndrome/PMS) merupakan siklus kumpulan gejala-gejala yang unik pada Wanita baik dari segi tipe gejala maupun derajatnya yang dimulai dari sekitar seminggu sebelum menstruasi dan menghilang begitu timbul mens atau beberapa Hari berikutnya 


Insiden PMS dilaporkan bervariasi antara 20 % hingga 90 % wanita. Hampir 70 % wanita mengalami gejala fisik maupun emosi premenstruasi dengan siklus yang jelas. Namun hanya sekitar 20 % wanita yang mengalami gejala yang cukup berat hingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Di USA, 70-90% (43-55 juta jiwa) wanita usia reproduksi menderita ketidaknyamanan selama fase premenstrual mereka, dan 20-40% dari kelompok ini (12-25 juta jiwa) mengalami gejala yang dapat diklasifikasikan sebagai PMS. (1,3,4) 



Berhubung gejala PMS sangat bervariasi dan tidak terdapatnya etiologi tunggal penyebab PMS, berikut dijelaskan beberapa mekanisme kemungkinan patogenesis PMS.

1. Ketidakseimbangan Cairan
 Pada penderita dengan gejala PMS yang umum,terdapat peningkatan aldosteron pada penderita dengan gejala seperti peningkatan berat badan dan bengkak pada tangan dan kaki 

2. Peningkatan Kadar Prostaglandin (PG)
 pada penderita dengan dismenorea didapatkan peningkatan kadar metabolit prostaglandin di perifer, endometrium, dan cairan menstruasi. 

3. Ketidakseimbangan Nutrisi
Penelitian membuktikan bahwa penderita PMS lebih banyak mengkonsumsi garam dan makanan yang mengandung gula murni serta kurang mengkonsumsi makanan yang bernutrisi tinggi dan vitamin.  Gabungan gejala suka mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan penyimpangan metabolisme karbohidrat mengakibatkan keadaan hipoglikemi premenstruasi

4. Perubahan Hormon Syaraf Pusat
Banyak neurotransmitter susunan syaraf pusat mengalami perubahan pada fase depresi, seperti serotonin, dopamine, dan norepinefrin, juga berubah pada saat siklus menstruasi. Telah dibuktikan bahwa progesteron memiliki efek terhadap metabolisme serotonin dan estradiol mempengaruhi kadar dopamine dan norepinefrin.

5. Teori Lainnya yang belum diketahui secara pasti





Diagnosis PMS
Berdasarkan American Psychiatric Association (APA), PMS dapat ditegakkan dengan kriteria sebagai berikut :
a. Gejala yang timbil berhubungan dengan siklus menstruasi, 
b. Untuk diagnosis diperlukan 5 dari gejala-gejala berikut ini 

Ditandai dengan penurunan mood dan perasaan tidak ada harapan. 
Ditandai dengan ansietas dan ketegangan.
Ditandai dengan gangguan afektif seperti mendadak merasa sedih, mudah menangis, mudah  
        tersinggung dan marah.
Ditandai dengan kemarahan, iritabel atau peningkatan konflik interpersonal.
Penurunan keinginan untuk beraktivitas seperti biasa.
Mudah letih dan kehilangan energi.
Perasaan sukar berkonsentrasi.
Perubahan nafsu makan, bisa menjadi berlebihan atau tidak mau makan.
Hipersomnia atau insomnia.
Perasaan diluar kendali.
Gejala fisik seperti ketegangan pada payudara, sakit kepala, edema, nyeri sendi dan otot serta 
        pertambahan berat badan.



Terapi dan pengobatan PMS
Terapi yang diterapkan bersifat individual tergantung tipe dan derajat keparahan gejala dan respon penderita terhadap terapi yang diberikan.

1. Terapi Konservatif
Terapi initial PMS adalah pendekatan suportif tanpa penggunaan obat-obatan. Sekitar 30% penderita menunjukkan respon yang baik terhadap terapi ini. Jika penderita tidak menunjukkan respon yang baik baru dipikirkan memberikan regimen obat-obatan untuk mengatasi gejala yang paling mengganggu.

2.  Pengaruh Makanan
Diet vegetarian
Peningkatan konsumsi lemak dan berkurangnya konsumsi sayuran memberikan kontribusi terhadap terjadinya PMS. Pada suatu studi terhadap 18 wanita yang menderita PMS dan 14 orang dari kelompok kontrol tanpa PMS yang mengkonsumsi tinggi karbohidrat diperoleh hasil bahwa makanan ini  dapat meningkatkan skor depresi, ketegangan, kemarahan, kebingungan, kesedihan, kelelahan dan kewaspadaan pada pasien dengan PMS.

Sementara itu peneliti dari Goergetown University (Barnard dkk, 2000) meneliti efek diet vegetarian pada penderita dismenorhea dan PMS. Hasil yang diperoleh adalah penurunan berat badan, berkurangnya nyeri dan retensi air serta berkurangnya gejala PMS. Federal Drug Administration (FDA) merekomendasikan diet buah-buahan dan sayuran terbagi dalam 5 porsi untuk pasien dengan PMS untuk mengurangi gejalanya.

Garam
Penderita dianjurkan mengurangi konsumsi garam untuk mengurangi gejala yang timbul akibat retensi air. Ketidaknyamanan akibat penambahan berat badan dan udem dapat mempengaruhi stabilitas emosinya.

Gula murni 
Penderita juga dianjurkan mengurangi konsumsi makanan yang mengandung gula murni agar dapat menghindari hipoglikemia sekunder akibat perubahan metabolisme karbohidrat yang terjadi. Pembatasan ini diharapkan dapat mengurangi perubahan mood penderita.

Kafein
Penggunaan minuman yang mengandung kafein dapat berperan dalam terjadinya PMS. Pada studi yang dilakukan di China telah diperiksa hubungan mengkonsumsi teh terhadap PMS. Hasil laporan menunjukkan bahwa teh dapat menyebabkan PMS. Informasi terhadap konsumsi teh dan PMS didapatkan dari kuesioner terhadap 124 orang mahasiswa yang jarang mengkonsumsi teh. Informasi sejenis juga didapatkan dari 64 orang wanita pekerja yang sering mengkonsumsi teh. Lebih kurang 39% mahasiswa dan 27% pekerja wanita tersebut mengalami PMS, khususnya wanita yang mengkonsumsi teh lebih dari 4 kali/hari.
Kafein harus dikurangi untuk menghindari dampak fisik dan emosi yang ditimbulkannya. Makanan lain yang seharusnya dihindari termasuk kopi, coklat, minuman ringan, dan obat-obat tertentu.

Vitamin B-6 (pyridoxine) 
Konsumsi vitamin B-6 300 hingga 500 mg perhari peroral direkomendasikan bagi penderita PMS. 

Katrina dkk mengadakan penelitian untuk mengetahui efektivitas vitamin B-6 dalam terapi PMS. Penelitian dilakukan  pada 940 pasien dengan PMS, diperoleh hasil 95% pasien mengalami perbaikan dan disarankan untuk menggunakan vitamin B-6 dengan dosis lebih dari 100 mg/hr tanpa melebihi dosis yang menyebabkan neuropati perifer (1500 mg/hr).


3. Pengaruh Olahraga
Olahraga teratur dapat meningkatkan fungsi psikologis setiap individu. Penelitian yang dipublikasikan di Australia oleh Byrne  mendapatkan bahwa olahraga dapat memproduksi antidepresan, antiansietas dan efek perbaikan mood pada penderita gangguan mood. 

Studi lain dari tim Duke University Medical Reseachers (Babyak dkk, 2000) menemukan bahwa olahraga sama efektifnya dengan terapi medikasi seperti prozac dalam mengobati gangguan depresi mayor dalam 6 bulan dan setelah 10 bulan, penderita yang mengalami relaps depresi lebih sedikit dibandingkan dengan yang menggunakan obat-obatan. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa olahraga akan sama efektifnya dalam mengobati PMS.

Penderita dianjurkan untuk melakukan olahraga teratur. Tipe olahraga yang dianjurkan bervariasi dan bersifat personal. Banyak sekali keuntungan yang didapat dari olahraga bagi penderita PMS, diantaranya berkurangnya stress, dan peningkatan rasa percaya diri. Peningkatan β- endorphin yang sementara dapat meningkatan mood penderita.

Olahraga dapat membantu mengurangi gejala PMS karena mengurangi stress dan tekanan darah. Olahraga meningkatkan mood, menyediakan indera yang baik dan meningkatkan sirkulasi darah dengan meningkatkan produksi beta endorphin alami. Direkomendasikan, olahraga paling sedikit 3 x seminggu selama 20-30 menit. Aerobik, jalan, joging, bersepeda dan renang adalah beberapa yang disarankan.


4. Pemberian Obat obatan
     Obat-obat Diuretik, Inhibitor Prostaglandin, Anxiolitik, Buspirone, Alprazolam , Anti depresan, Progesteron, Agonis Gonadotropin Releasing Hormone, Danazol dan obat obatan lain bisa diberikan dengan pengawasan dokter .




Efek Sindroma PreMenstruasi

PMS mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi penderita serta rekan kerja, keluarga dan teman. Penderita sering melalaikan pekerjaan selama premenstuasi. 

Wanita-wanita tersebut  menunjukkan kesukaran dalam berkonsentrasi, penurunan minat, pelupa, dan menurunnya kemampuan koordinasi, mengakibatkan menurunnya efisiensi dan produktifitas walaupun penderitanya tetap masuk kerja. 

Penelitian Borenstein dkk pada 436 wanita usia 18-45 tahun di California selatan, didapatkan penderita PMS 125 orang dengan perincian 78 orang mengalami gejala hanya pada 1 siklus menstruasi dan 47 orang dengan gejala pada 2 siklus menstruasi dan 311 orang wanita normal sebagai kelompok kontrol. 

Wanita dengan PMS ini dinyatakan mempunyai tingkat absensi yang tinggi ( > 2 hari kerja/bulan), Produktifitas menurun ( > 5 hari kerja/bulan dengan 50% penurunan produktifitas), gangguan terhadap lingkungan serta aktivitas sosial ( > 14 hari/bulan) dan sering berkunjung ke pusat kesehatan rawat jalan dengan total biaya dalam 2 tahun sekitar $ 500. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa PMS dapat mempunyai dampak pada kehidupan sosial, menurunkan produktifitas kerja dan peningkatan biaya perawatan kesehatan.

Karena adanya iritabilitas dan emosi yang meledak, mengakibatkan hubungan kerja menjadi tegang selama masa premenstruasi. Pasangan, keluarga, dan orang-orang terdekat penderita dapat merasakan perubahan tingkah laku pada penderita PMS tergantung siklus premenstruasi yang dialami. Kebanyakan wanita juga mengalami penurunan libido dan pengurangan frekuensi berhubungan sex. Kesabaran dalam mengasuh anak pun menjadi berkurang.



Semoga Bermanfaat....!!








dari Berbagai Sumber 

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar